Penyedia Lahan Pertama Untuk Dakwah Muhammadiyah di Nganjuk
Haji Abdul Chamid (pemilik toko HCH Ibrahim)
Haji Abdul Chamid, lahir pada tahun 1915 di Pagotan, Madiun. Narasumber yang kebetulan putra tersayang tidak tahu tanggal berapa Ayahnya dilahirkan. H. Abdul Chamid merupakan tokoh lokal Muhammadiyah Nganjuk yang mempunyai jasa besar bagi Persyarikatan Muhammadiyah. Namun di kalangan generasi sekarang mulai generasi transisi ( > 70 tahun), gen X ( > 50 tahun), gen Y (30 – 49 tahun) apalagi generasi Z (17 – 29 tahun), tidak banyak yang tahu. Meski hanya sebagai Anggota Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Nganjuk Periode 1951 – 1955, tapi sumbangan atau kontribusi Beliau untuk Persyarikatan Muhammadiyah di Nganjuk cukup besar. Beliau rela rumah atau tempat tinggalnya dipakai sebagai tempat dakwah Muhammadiyah melalui kegiatan pendidikan dan kegiatan di bidang Kesehatan, bahkan beliau mewaqafkan rumah dan tanahnya di Jalan Gondowardoyo yang sangat dekat dengan Pendopo Kabupaten untuk Kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Nganjuk.
Awalnya rumah beliau yang berada Jalan Kartini No. 31 di Kota Nganjuk pada pagi hari digunakan untuk kegiatan mengaji anak-anak pada tahun 1950-an dengan pengasuhnya Ustadz Toha Abadi. Lalu pada tahun 1956 Ibu-ibu yang tergabung dalam Pengajian Kemisan mempunyai gagasan untuk mendirikan froble (pendidikan usia dini, setingkat TK). Berdasarkan kesepakatan para Ibu-ibu, maka didirikanlah sekolah setingkat TK yang didukung oleh pemilik rumah H. Abdul Chamid.
Karena pagi hari digunakan untuk mengaji, maka untuk froble atau pendidikan usia dini setingkat TK ini masuk sore. Jadi sekolah TK A’isyiyah Bustanul Athfal yang sekarang kita kenal embrionya sebelum menggunakan nama ‘Aisyiyah pada awal berdirinya masuknya sore hari. Baru pada 12 Mei 1958, secara resmi berdiri TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal.
Gagasan atau ide mendirikan pendidikan usia dini bermula dari seringnya para istri ini ikut ngaji suaminya pada saat dakwah keliling, menyempatkan diskusi dengan ibu-ibu yang lain. Dari beberapa pertemuan tersebut lalu muncullah ide untuk mendirikan pendidikan usia dini setingkat Taman Kanak-kanak (TK). Tahun 1970 – an himgga tahun 1980 – an di tempat ini tambah lagi Amal Usaha Muhammadiyah bidang Kesehatan.yang bernama BPRB (Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin) dengan Direktur dr. Kenoh Mulyatno.
Pada awal berdirinya BPRB belum punya perlengkapan, maka istri dr. Kenoh yang juga berprofesi sebagai dokter, dr. Sri Winarti memboyong peralatan pribadinya ke BPRB, dan perlengkapan lain dari donatur terdiri atas 10 kasur dan 10 bantal, almari dan 1 boks bayi. Pada bulan Mei tahun 1996 BPRB ditutup, karena Rumah Sakit Islam ‘Aisyiyah secara resmi dibuka.
Pernah Mengecap Pendidikan Enterpreneur Model Jawa Dan Islami
Haji Yahya Ibrahim adalah pemilik Toko HYY Ibrahim (singkatan dari Haji Yahya Ibrahim) yang terletak di sebelah selatan Alun-alun Madiun. Beliau merupakan tokoh yang pertama kali membuat jaringan toko dengan label atau trade mark Ibrahim. Yang paling membedakan dengan perusahaan atau toko lainnya adalah cara perekrutan karyawan. Toko milik H. Yahya Ibrahim inilah yang kelak mempunyai jaringan hingga di luar kota Madiun, yaitu, Walikukun, Nganjuk dan Pare. Jadi boleh dikata Jaringan Toko Ibrahim ini pelopor untuk model jaringan toko seperti yang sekarang dikembangkan oleh Indomart dan Alfa Mart dan lainnya.
Yang membedakan secara signifikan jaringan Toko Ibrahim dengan perusahaan lain adalah bahwa karyawan nantinya juga harus bisa mempunyai usaha seperti pemilik perusahaan tempat dia bekerja. Yang pertama, seluruh karyawan tidak dianggap sebagai buruh. Tidak ada hubungan antara buruh dan majikan. Kalau sekarang bolehlah disebbut mitra kerja. Oleh sebab itu di sini dipakai kata mengabdi. Atau nyuwito, bisa juga dikatakan nderek.
Di samping itu terdapat perbedaan-perbedaan lainnya. Ada ciri khas yang Islami pada Toko Haji Yahya Ibrahim yang tidak sama dengan toko-toko yang lain. Yaitu yang pertama seluruh karyawan dididik untuk mempunya kemampuan dan ketrampilan sebagai entrepreneur pengusaha yang handal seperti pemilik toko di mana para karyawan bekerja. Yang kedua karyawan-karyawan yang dianggap sudah memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk membuka usaha sendiri maka sebagai reward- nya karyawan tersebut dinaikkan haji dengan biaya dari pemilik Toko Haji Yahya Ibrahim.
Yang kedua ini yang luar biasa, karyawan yang sudah dinaikkan Haji itu sepulang Haji diberi modal, sekali lagi diberi modal, bukan dihutangi, untuk membuka toko cuma diwajibkan menggunakan brand name Ibrahim di bagian akhir dan di depan harus menggunakan nama Haji. Di pusatnya Madiun menggunakan nama Toko Haji Yahya Ibrabim disingkat Toko H YY Ibrahim, dan Toko Haji Anwar Ibrahim (Toko H A Ibrahim). Di Pare ada Toko Haji Ridwan Ibrahim disingkat H R Ibrahim).
Sebelum berhasil sebagai pengusaha toko, Abdul Chamid bekerja dengan niat nyuwito, nderek atau mengabdi di toko yang memiliki brand dan tradenark Ibrahim. Merek dagang ini mempunyai ketentuan sebagai berikut: yang pertama di depan harus ada kata H, kemudian nama pemilik (satu kata) terakhir nama Ibrahim. Misalnya namanya terdiri atas 2 kata maka harus diplih satu. Nama toko jarigan Ibrahim harus terdiri 3 kata. Misalanya, toko HYY Ibrahim. HYY singkatan dari Haji Yahya Ibrahim. Haji Yahya Ibrahim inilah yang kelak mempunyai jarinan di Nganjuk, Walikukun, dan Pare.
Di Nganjuk ada dua toko jaringan Ibrahim, yaitu Toko Haji Chamid Ibrahim disingkat HCH Ibrahim, dan yang kedua Toko Haji Muchtar Ibrahim disingkat Toko H M Ibrahim. Dua toko di Nganjuk ini tidak menjual jenis barang yang sama. Toko HA Ibrahim yang terletak di jalan A. Yani juga merupakan agen Sepatu Bata. Tapi toko ini kini sudah dijual. Yang kedua Jaringan toko Ibrahim ini bernama Toko HCH Ibrahim. Toko ini walnya menjual Buku, kemudian membuka toko obat. Menurut H. Subiantoro, narasumber (putra ke- 3 dari 7 bersaudara), menjelaskan bahwa pada tahun-tahun selanjutnya Toko HCH Ibrahim tidak menjual buku tapi berubah jadi toko Obat. Sebelum ada apotek atau toko obat yang bernama Toko Panggung Toko Obat HCH Ibrahim sangat laris.
Pada tahun 1935 setelah menemukan lokasi untuk membuka toko yang terletak di jantung kota Nganjuk, yaitu di Jalan Ahmad Yani, di sebelah selatan Alon-alon Nganjuk, toko jarigan Ibrahim di Nganjuk lokasinya sama dengan toko Ibrahim yang di Madiun, yaitu di sebelah selatan alon-alon. Abdul Chamid mendidrikan toko H.CH. Ibrahim, singkatan dari Haji Chamid Ibrahim. Pada awalnya Toko H.CH. Ibrahim menjual buku. Sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, toko ini menjadi toko obat.
Abdul Chamid menurut putra tersayangnya yaitu H. Subiantoro, mempunyai pendidikan yang rendah tapi mempunyai etos kerja yang tinggi dan mempunyai kepribadian yang taat pada ajaran agama. Abdul Chamid cenderung pendiam, cukup sabar dan sangat perhatian pada seluruh saudara baik dari jalur ayah atau ibu. Terutama pada jalur Ibu
Menikah dengan Hj. Surati yang berasal dari desa Kemlokolegi Kecamatan Baron, dikaruniai 7 anak. Berikut nama-nama anak H. Abdul Chamid. Anak yang pertama bernama Sumiati, anak kedua Sumiatun, anak ketiga Subiantoro, anak keempat Siti Umariati, anak kelima Siti Nuraini, anak keenam Farid Irwanto, dan anak ketujuh Siti Nurhidayati.
Anak bungsu yang bernama Siti Nurhidayati dipanggil dahulu oleh Allah SWT ketika berumur 40 tahun. Siti Nurhidayati seorang pengusaha ekspedisi dengan armada truk-truk besar, dia juga pengusaha panel listrik. Dari 7 orang anak Abdul Chamid, yang masih hidup 2 orang yaitu H. Subiantoro dan Farid Irwanto.
Haji Abdul Chamid, pada umur 57 dipanggil ke rahmatullah, yaitu pada tahun1972. Sedangkan sang istri Hajah Surati pegiat dakwah bagi Ibu-ibu ‘Aisyiyah yang merelakan rumahnya dipakai untuk kegiatan ngaji, sekolah TK Bustanul Athfal, dan Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin (BPRB), wafat pada tahun 1995. Semoga arwah almarhum H. Abdul Chamid, dan almarhumah Hj. Surati diterima di sisi Allah SWT. Aamiin.
Penulis : Panggih Riyadi